Tari Yapong merupakan suatu bentuk tarian dari Jakarta
yang diciptakan untuk sebuah pertunjukan.[1] Tarian
ini bukan jenis tarian pergaulan seperti tari daerah kebanyakan, misalnya tari Jaipong dari Jawa Barat.
Namun dalam perkembangannya, tarian ini sering dijadikan sebagai tari
pergaulan
untuk mengisi sebuah acara sesuai dengan permintaan karena tarian ini penuh
dengan variasi di dalamnya.
Pada awalnya, tari Yapong dipertunjukkan dalam rangka
mempersiapkan acara ulang tahun kota Jakarta ke-450
pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI mempersiapkan sebuah acara
pagelaran tari massal dengan mengangkat cerita perjuangan Pangeran Jayakarta. Pagelaran berbentuk
sendratari ini dipercayakan kepada Bagong Kussudiarjo untuk menyelenggarakan
acara tersebut. Untuk mempersiapkan pagelaran itu, Bagong mengadakan penelitian
selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat Betawi. Bagong
melakukan penelitian tersebut melalui perpustakaan, film, slide maupun
observasi langsung kepada masyarakat Betawi. Akhirnya, pagelaran ini berhasil
dipentaskan pada tanggal 20 dan 21 Juni 1977 bertempat di Balai Sidang Senayan,
Jakarta. Pementasan tersebut didukung oleh 300 orang artis dan musikus yang
ikut andil di dalamnya.
Tari ini merupakan tari yang gembira dengan gerakan yang
dinamis dan eksotis. Dalam gerakan tarian Yapong diperlihatkan suasana yang
gembira karena menyambut kedatangan Pangeran Jayakarta. Adegan tersebut dinamai
Yapong dan tidak mengandung arti apapun. Istilah tersebut muncul dari lagunya
yang berbunyi ya, ya, ya, ya yang dinyanyikan oleh penyanyi pengiringnya serta
suara musik yang terdengar pong, pong, pong, sehingga lahirlah “ya-pong” yang
semakin lama berkembang menjadi Yapong.
Seusai pementasan sendratari tersebut, Pusat Latihan Tari
(PLT) Bagong Kussudiarjo beserta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengubah tari
Yapong dari bentuk sendratari dan mengembangkannnya menjadi tarian lepas.
Adapun corak dalam busana yang dikenakan para penarinya
merupakan pengembangan dari pakaian tari Kembang Topeng Betawi. Hal tersebut
tampak jelas dari bentuk serta ragam hias tutup kepala serta selempang yang
dikenakan di dada, yang disebut dengan toka-toka. Tari Yapong diwarnai oleh
tari rakyat Betawi, kemudian diolah dengan dimasukkannya unsur-unsur tari pop,
di antaranya terdapat unsur tari daerah Sumatera.
Karena budaya Betawi banyak dipengaruhi unsur-unsur budaya Tionghoa, maka
dalam tarian Yapong juga terdapat unsur kesenian Tiongh
oa, misalnya pada kain
yang dikenakan oleh para penari terdapat motif naga dengan warna merah menyala
yang identik dengan budaya Tionghoa.
Dan juga alat musik yang digunakan saat tarian ini ditarikan
merupakan campuran antara Betawi, Jawa Tengah,
dan Jawa Barat. Setelah tarian ini menjadi tarian lepas, maka DKI Jakarta
memanfaatkan beberapa alat musik tradisionalnya, seperti Rebana Biang, Rebana
Hadroh, dan Rebana Ketimpring. Dengan demikian, tari Yapong merupakan kreasi
baru yang bertolak dari unsur-unsur gerak tradisional Betawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar