Suku Muna atau Wuna adalah suku yang mendiami Pulau Muna, Sulawesi
Tenggara. Dari bentuk tubuh, tengkorak, warna kulit (coklat tua/hitam), dan
rambut (keriting/ikal) terlihat bahwa orang Muna asli lebih dekat ke suku-suku Polynesia dan Melanesia di Pasifik dan Australia ketimbang
ke Melayu.
Hal ini diperkuat dengan kedekatannya dengan tipikal manusianya dan kebudayaan
suku-suku di Nusa Tenggara Timur dan Pulau Timor dan Flores umumnya.
Motif sarung tenunan di NTT dan motif sarung muna sangat
mirip yaitu garis-garis horisontal dengan warna-warna dasar seperti kuning,
hijau, merah, dan hitam. Bentuk ikat kepala juga memiliki kemiripan satu sama
lain. Orang Muna juga memiliki kemiripan fisik dengan suku Aborigin di
Australia. Sejak dahulu hingga sekarang nelayan-nelayan Muna sering mencari
ikan atau teripang hingga ke perairan Darwin. Telah beberapa kali Nelayan Muna
ditangkap di perairan ini oleh pemerintah Australia. Kebiasaan ini boleh jadi
menunjukkan adanya hubungan tradisional antara orang Muna dengan suku asli
Australia: Aborigin.
Pada Masyarakat Muna terdapat upacara lingkaran hidup dalam
kehidupan individunya, yang dimulai dari upacara kelahiran sampai sampai pada
upacara kematian. Untuk melaksanaka upacara tersebut seorang individu harus
melalui tahap-tahap. Salah satu tahap tersebut adalah tahap peralihan masa
kanak-kanak kemasa dewasa khususnya wanita ada upacara yang mereka sebut
upacara Karia.
Upacara karia merupakan upacara yang sangat penting dalam
rangka upacara-upacara adat disepanjang hidup individu pada masyarakat Muna.
Upacara karia merupakan upacara inisiasi yang dilakukan kepada setiap wanita
yang memasuki usia dewasa. Menurut pemahaman Masyarakat Muna, bahwa seorang
wanita tidak boleh menikah jika belum melalui proses upacara Karia. Jika
dilanggar, akan merasa tersisih dan akan dikucilkan dalam masyarakatnya.
Tradisi Kasambu merupakan tradisi turun temurun yang
diadakan oleh masyarakat suku Muna, Sulawesi Tenggara. Tradisi ini merupakan
bentuk syukuran terhadap kesalamatan seorang Istri yang akan melahirakan
anaknya. Tradisi ini biasa diadakan menjelang kelahiran, biasanya pada bulan
ke-7 atau bulan ke-8. Prosesi kasambu dimulai dengan kedua pasangan suami
-istri saling menyuapi. Sekali menyuap harus dimakan satu kali atau dihabisi,
bila tidak maka sisanya diberikan kepada anak disekitarnya yang telah dipersiapkan.
Anak yang dipersiapkan ini diambil dari keluarga dekat. Pekerjaan menyuapi
kemudian dilanjutkan oleh anggota keluarga lain kepada pasangan tersebut. Makna
lahiryah prosesi ini, yaitu menyatukan kedua keluarga pihak suami dan istri,
sedangkan makna batinyah merupakan wahana perkenalan bagi si janin terhadap
lingkungan keluarga kelak ia akan dilahirkan. Tradisi ini ditutup dengan
pembacaan doa selamat yang dipimpin oleh seorang pejabat agama setempat/pemuka
agama/imam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar